Tahan nafas lagi......
Hal itulah yang aku lakukan saat naik angkutan umum menuju kampusku di Paramadina, Mampang. Bagaimana tidak, aku yang duduk di bangku tengah harus rela kekurangan oksigen karena dua orang disampingku merokok semua. Rasanya ingin sekali marah dan bilang, “Pak, please deh.. saya ingin bernafas dengan bebas!”. Tapi masalahnya, kebanyakan masyarakat Indonesia kurang bisa menerima sikap sefrontal itu. Biasanya cukup dengan menutup mulut dan hidung, mereka sudah mengerti dan mematikan rokoknya. Tapi ini lain, mereka malah asyik merokok tanpa menghiraukan seisi metro mini yang sudah jengah dan asap rokok yang mengepul. Heran deh!
Hal itulah yang aku lakukan saat naik angkutan umum menuju kampusku di Paramadina, Mampang. Bagaimana tidak, aku yang duduk di bangku tengah harus rela kekurangan oksigen karena dua orang disampingku merokok semua. Rasanya ingin sekali marah dan bilang, “Pak, please deh.. saya ingin bernafas dengan bebas!”. Tapi masalahnya, kebanyakan masyarakat Indonesia kurang bisa menerima sikap sefrontal itu. Biasanya cukup dengan menutup mulut dan hidung, mereka sudah mengerti dan mematikan rokoknya. Tapi ini lain, mereka malah asyik merokok tanpa menghiraukan seisi metro mini yang sudah jengah dan asap rokok yang mengepul. Heran deh!
Aku memang termasuk orang yang alergi pada asap, apalagi asap rokok dan asap kendaraan. Kepalaku langsung pusing dan perutku gampang mual jika terlalu banyak menghirup kedua asap itu. Karena itulah, tiap kali bertemu dengan orang yang sedang merokok atau berjalan di jalan raya, aku selalu menutup mulut dan hidung. Selain alergi, kedua asap itu juga sangat berbahaya jika terlalu banyak masuk kedalam tubuh. Aku gak mau dong mengotori paru-paruku dengan asap-asap yang tidak beradab itu.
Aku selalu heran jika melihat orang-orang yang nyaman dan terkesan “biasa saja” saat menghirup asap rokok disekitar mereka. Apa mereka tidak tahu bahwa menjadi perokok pasif itu jauh lebih berbahaya daripada perokok aktif? Apalagi para perokok itu, kurasa mereka tak punya hati. Membagi-bagikan penyakit kepada orang lain dengan seenaknya. Kalau mau sakit, sakit sendiri dong, gak usah dibagi-bagi!
Pernah suatu ketika aku naik angkutan umum dari Pancoran ke Mampang, ada seorang nenek-nenek yang duduk disamping pemuda yang merokok. Ia hanya diam dan seperti menikmati kepulan asap yang masuk ke dalam hidungnya. Jujur, rasanya aku miris sekali melihatnya. Bukan hanya pada pemuda itu yang merokok sembarangan, tapi juga pada si nenek yang sama sekali tidak sadar akan bahaya asap rokok yang masuk kedalam tubuh rapuhnya. Akhirnya aku sadar, bahwa ternyata kesalahan bukan hanya terletak pada perokok dan pemerintah saja, tapi juga masyarakat yang tidak sadar dan membiarkan hal ini terus terjadi.
Seperti kemarin saat aku naik kopaja menuju rumah saudaraku di Tebet. Saat itu penumpang sangat penuh ditambah lagi dengan kondisi jalan yang macet karena lampu merah. Aku sebenarnya sudah cukup menderita dengan kondisi mobil saat itu. Tapi ternyata penderitaanku belum berakhir, ada seorang bapak yang merokok ditengah-tengah para penumpang lainnya. Asapnya beterbangan di udara sehingga makin menambah sesak suasana disana. Beberapa orang didekatnya menutup hidung sambil mengernyitkan dahi, termasuk aku. Aku tahu pikiran mereka sama denganku: Sama-sama sebal dan ingin marah.
Namun ada hal menarik yang terjadi saat aku naik metro mini dari TanahAbang ke Pancoran sekitar sebulan lalu. Saat itu belum terlalu banyak penumpang dan hanya aku satu-satunya perempuan disana. Pemuda dan bapak-bapak didalam metro mini itu sedang asyik bercanda sambil merokok dengan gembira. Seperti biasa, aku hanya diam sambil menutup mulut dan hidungku untuk meminimalisir masuknya asap rokok dan asap kendaraan kedalam hidungku. Kemudian ada salah-satu dari mereka melihat tingkahku dan berbicara, “Matiinlah rokoknya, kasihan tuh si eneng kagak bisa nafas” ucap bapak tersebut sambil tertawa. Tadinya aku fikir itu hanya candaan atau mungkin ejekan, tapi ternyata beneran lho. Satu-persatu dari mereka mulai mematikan rokoknya. Amazing! Jadi terharu aku rasanya. Ternyata masih ada orang baik ya di Jakarta ... hehehe
Hampir setiap kali aku naik angkutan umum, selalu saja ada orang yang merokok dengan seenaknya. Bukan hanya merokok sembarangan, tapi juga membuang sampah rokok seenaknya. Apa mereka tidak memikirkan orang lain disekitarnya? Apa mereka tidak memperhatikan lingkungan? Apa mereka tidak sadar peraturan? Kenapa pemerintah membiarkan? Begitu banyak pertanyaan yang timbul dipikiranku setiap kali bertemu dengan masalah ini. Dan tentu saja, pertanyaanku itu tidak pernah menemukan jawabannya.
Kebiasaan merokok di kendaraan umum memang sudah dianggap wajar oleh sebagian masyarakat, khususnya bagi para perokok yang tidak bertanggung jawab. Peraturan pemerintah tentang larangan merokok di tempat umumpun sepertinya hanya dianggap angin lalu saja. Selain itu, pemberlakuan sanksi yang tidak tegas juga membuat mereka semakin bebas melanggar peraturan. Kolaborasi yang lengkap kan? Bagaimana peraturan bisa berjalan jika keduanya sama-sama tidak bertanggung jawab? Jangan-jangan benar kata teman-temanku, PERATURAN ITU ADA UNTUK DILANGGAR.
Setahuku, beberapa kota di Indonesia telah mengesahkan PERDA tentang larangan merokok di tempat umum. Misalnya PERDA Jakarta No. 2/2005, yaitu masyarakat dilarang merokok di tempat-tempat umum seperti mall, restoran, pasar, rumah sakit, taman, dan angkutan umum. Sanksinya juga berat lho, yaitu denda 50 juta atau penjara selama 6 bulan. Nah lho, serem banget kan? Tapi aneh seribu aneh, peraturan itu tidak berjalan dengan baik dan kebiasaan merokok sembarangan masih terus merajalela.
Amerika Serikat mungkin dapat kita jadikan contoh bagaimana menangani permasalahan rokok di masyarakat. Di New York misalnya, setiap orang dilarang merokok disemua tempat umum dengan ancaman denda US $ 2,000. Ancaman sanksi ini tentunya bukan sanksi palsu seperti yang berlaku di Indonesia. Baik pemerintah maupun masyarakat sama-sama menataati peraturan ini. Setiap pelaku pelanggaran benar-benar ditindak tegas oleh pemerintah sehingga meminimalisir pelanggaran yang terjadi. Sampai-sampai, para perokok harus rela nangkring di pintu belakang bar untuk merokok lho. Seandainya di Indonesia juga seperti itu ....
Di beberapa tempat seperti airport, restoran, atau mall, memang disediakan tempat khusus untuk merokok. Tapi bagaimana dengan angkutan umum? Bagaimana mungkin membuat ruangan khusus untuk merokok dalam kendaraan sempit nan bobrok itu? Bagiku, yang sebenarnya dibutuhkan adalah kesadaran dari semua pihak untuk sama-sama bergotong royong menjaga lingkungan. Bukan hanya bagi para perokok, tapi juga pemerintah dan masyarakat supaya saling mengingatkan.
Masalah yang dihadapi oleh pemerintah dalam menjalankan peraturan ini sebenarnya adalah birokrasi yang berbelit-belit. Sanksi yang tertulis dalam Perda tentunya bukan sanksi yang mudah direalisasikan, karena pelanggaran tersebut sudah termasuk tindak pidana. Mulai dari proses penangkapan, proses pengadilan, hingga penjatuhan hukuman. Menurutku, pemerintah seharusnya lebih tegas dan mempermudah pemberian sanksi kepada para pelanggar. Percuma saja kan ancaman hukuman yang besar jika tak pernah direalisasikan?
Sosialisasi kepada masyarakat juga harus lebih digalakkan agar masyarakat semakin sadar akan peraturan tersebut. Aku tahu, ini bukan hal yang mudah. Melihat mayoritas perokok di Indonesia berasal dari kalangan menengah ke bawah dan kurang berpendidikan, tentunya hal itu akan mendapat banyak penolakan dan tentangan dari mereka. Karena itulah, menurutku ini adalah PR semua orang untuk sama-sama berusaha saling mengingatkan dan mentaati peraturan yang ada.
Aku hanya berharap, masalah merokok sembarangan dapat segera terselesaikan. Aku ingin perjalananku dengan angkutan umum khas Indonesia ini dapat aku nikmati dengan agak menyenangkan. Cukuplah penderitaanku menikmati asap kendaraan Jakarta yang menyesakkan dan kondisi mobil yang memusingkan. Please, jangan ditambah lagi dengan kepulan asap rokok itu, karena itu bisa membunuhku ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar