Sebenarnya apa dan bagaimanakah tiki-taka itu? Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa tiki-taka adalah modifikasi dan pengembangan lebih
lanjut dari filosofi sepakbola total football yang revolusioner.
Semenjak era Johan Cruyff, total football memang menjadi filosofi
permainan yang diusung oleh FC Barcelona, yang kemudian dimodifikasi
oleh Pep Guardiola menjadi permainan tiki-taka (yang sebelumnya pernah
juga diterapkan oleh pelatih timnas Spanyol, Luis Aragones pada Piala
Dunia 2006, namun gagal). Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan
tiki-taka, maka kita harus terlebih dahulu tahu apa dan bagaimana total
football itu karena total football adalah filosofi dasar dari permainan
tiki-taka.
Total Football adalah suatu filosofi permainan yang revolusioner,
yang membawa banyak perubahan, baik dari segi taktik maupun permainan
pada era-era setelahnya. Filosofi ini pertama kali dikembangkan oleh
Rinus Michel, pelatih berkebangsaan Belanda sewaktu melatih Ajax
Amsterdam dengan membuat Ajax menjuarai Piala Champions 1971 dan membuat
rekor kemenangan kandang 46-0-0 selama dua musim berturut-turut
(1971/1972-1972/1973).
Filosofi dari total football adalah memberi kebebasan kepada pemain
sehingga tidak ada pemain yang memiliki posisi tetap, yang memungkinkan
pemain untuk keluar dari posisinya dan kemudian digantikan oleh pemain
lain untuk menutup posisi yang ditinggalkan pemain tersebut. Penyerang
dapat menjadi pemain bertahan dan pemain bertahan dapat menjadi
penyerang sesuai dengan kondisi dan keadaan di lapangan. Satu-satunya
pemain yang tidak berpindah posisi hanyalah penjaga gawang.
Total football ini sendiri merupakan pengejewantahan dari “psyche''
paling dasar warga Belanda dalam memahami kehidupan, demikian menurut
David Winner-seorang penulis Inggris. Di dalam alam pikiran orang
Belanda, luas atau sempitnya suatu ruangan hanya merupakan abstraksi
yang terdapat di pikiran seseorang. Jadi, luas atau sempitnya suatu
ruangan tergantung dari bagaimana kita memikirkannya. Misalnya, begitu
pemain Belanda menguasai bola, maka mereka akan membuat lapangan menjadi
seluas mungkin dengan cara membuka ruang ke setiap jengkal lapangan
yang tersedia. Sewaktu lawan menguasai bola, ruang harus dibuat sesempit
mungkin bagi pemain lawan. Pemain yang terdekat dengan pemain lawan
yang menguasai bola dituntut untuk menutupnya secepat mungkin, tidak
peduli apakah itu pemain bertahan atau bukan sehingga lawan jadi
berpikir bahwa lapangan begitu sempit.
Menurut Winner, bangsa Belanda terkondisikan untuk menjadi bangsa
yang spatial neurotic atau terobsesi dengan ruang atau pemanfaatannya.
Hal ini disebabkan kondisi dari alam Belanda itu sendiri, di mana 50%
tanahnya berada di bawah permukaan laut sehingga bangsa Belanda harus
melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah tersebut, seperti melakukan
reklamasi ataupun penataan kota yang diatur sedemikian rupa. Dengan
demikian keterbatasan lahan tidak menjadi masalah.
Filosofi total football yang memanfaatkan ruang tersebut juga
diadopsi oleh permainan tiki-taka. Lihat saja ketika Barcelona atau
timnas Spanyol bermain. Para pemain bertahan. Mereka bisa berada di
dalam daerah musuh (tengah lapangan) untuk membuat gerak pemain lawan
menjadi terbatas, seolah-olah mereka seperti bertahan di daerah
pertahanan lawan. Perbedaannya, tiki-taka sangat didominasi oleh
umpan-umpan pendek, umpan satu-dua, dan penguasaan bola. Dibutuhkan
kekompakan yang luar biasa dan kemampuan melakukan passing yang mumpuni
agar tiki-taka bisa berjalan optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar