Rastafarian
Pada akhir abad ke-20, kaum perempuan telah memainkan peranan yang
lebih penting di dalam gerakan Rastafari. Pada tahun-tahun awalnya, kaum
perempuan yang sedang datang bulan harus takluk kepada suami mereka dan
dikeluarkan dari upacara-upacara keagamaan dan sosial. Pada umumnya,
kaum perempuan merasakan kebebasan yang lebih besar sekarang dalam
mengungkapkan diri mereka. Dengan demikian mereka pun menyumbangkan
peranan yang lebih besar pula kepada agama ini.
Rastafari bukanlah sebuah agama yang sangat terorganisasi. Malah,
sebagian kaum Rasta mengatakan bahwa itu sama sekali bukan “agama”,
melainkan suatu “jalan Kehidupan”. Kebanyakan kaum Rasta tidak
mengidentifikasikan dirinya dengan sekte atau denominasi apapun,
meskipun ada tiga istana Rastafari yang terkemuka: Nyahbinghi, Bobo
Ashanti dan Keduabelas Suku Israel. Dengan mengklaim Yah sebagai Yesus
yang datang kedua kalinya, Rastafari adalah sebuah gerakan agama baru
yang muncul dari agama Kristen, seperti halnya agama Krsiten muncul dari
Yudaisme.
Pada 1996, gerakan Rastafari di seluruh dunia mendapatkan status konsultatif dari Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kaum Rastafari
Gerakan Rastafari percaya bahwa akhir zaman dimulai dengan penobatan
Haile Selassie sebagai Kaisar Ethiopia pada 1930, dan bahwa ia akan
segera menyatakan dirinya sebagai Allah. Kaum Rastafarian mempunyai
suatu penafsiran yang unik tentang akhir zaman, yang didasarkan pada
Perjanjian Lama dan Kitab Wahyu. Mereka percaya Kaisar Haile Selassie
dari Ethiopia adalah Allah yang menjelma, Raja di atas segala raja dan
Tuhan di atas segala tuhan yang disebutkan dalam Wahyu 5:5. Sementara di
satu pihak penobatan Selassie dipandang sebagai kedatangan Kristus yang
kedua kali, dan kejadian-kejadian seperti misalnya Perang
Italia-Ethiopia Kedua dipandang sebagai penggenapan atas nubuat-nubuat
Alkitab dan khususnya Wahyu, ada juga pengharapan bahwa Selassie akan
menyerukan hari penghakiman, ketika ia membawa pulang anak-anak Israel
yang telah hilang (kaum kulit hitam yang dibawa keluar dari Afrika pada
masa perdagangan budak) untuk hidup bersamanya dalam perdamaian,
cinta-kasih dan keserasian yang sempurna di Bukit Sion di Afrika. Bukit
Sion bukanlah sebuah tempat, tetapi kaum Rasta percaya bahwa mereka akan
hidup di sana bersama Selassie dalam pengertian fisik. Di sana mereka
tidak akan pernah mati.
Rasta, atau Gerakan Rastafari, adalah sebuah gerakan agama baru yang
mengakui Haile Selassie I, bekas kaisar Ethiopia, sebagai Raja diraja,
Tuan dari segala Tuan dan Singa Yehuda sebagai Yah (nama Rastafari untuk
Allah, yang merupakan bentuk singkat dari Yehovah yang ditemukan dalam
Mazmur 68:4 dalam Alkitab versi Raja James), dan bagian dari Tritunggal
Kudus. Nama Rastafari berasal dari Ras Täfäri, nama Haile Selassie I
sebelum ia dinobatkan menjadi kaisar. Gerakan ini muncul di Jamaika di
antara kaum kulit hitam kelas pekerja dan petani pada awal tahun
1930-an, yang berasal dari suatu penafsiran terhadap nubuat Alkitab,
aspirasi sosial dan politik kulit hitam, dan ajaran nabi mereka, seorang
penerbit dan organisator Jamaika kulit hitam, Marcus Garvey, yang visi
politik dan budayanya ikut menolong menciptakan suatu pandangan dunia
yang baru.
Gerakan ini kadang-kadang disebut “Rastafarianisme”; namun hal ini
dianggap tidak pantas dan menyinggung perasaan banyak kaum Rasta.
Gerakan Rastafari telah menyebar di berbagai tempat did unia, terutama
melalui imigrasi dan minatnya dilahirkan oleh musik Nyahbinghi dan
reggae —khususnya musik Bob Marley, yang dibaptiskan dengan nama Berhane
Selassie (Cahaya Tritunggal) oleh Gereja Ortodoks Ethiopia sebelum ia
meninggal, sebuah langkah yang juga diambil belakangan oleh jandanya,
Rita. Pada tahun 2000, ada lebih dari satu juta Rastafari di seluruh
dunia. Sekitar 5-10% dari penduduk Jamaika mengidentifikasikan dirinya
sebagai Rastafari. Kebanyakan kaum Rastafari vegetarian atau hanya
memakan jenis-jenis daging tertentu. Di AS ada banyak sekali restoran
vegetarian Hindia Barat, yang menyediakan makanan Jamaika.
Doktrin
Rastafari berkembang di antara penduduk yang sangat miskin, yang
merasa bahwa masyarakat tidak mau menolong mereka kecuali membuat mereka
menjadi lebih menderita. Kaum Rasta memandang diri mereka sebagai
penggenap suatu visi tentang bagaimana orang Afrika harus hidup. Meerka
merebut kembali apa yang mereka anggap sebagai kebudayaan yang telah
dicuri dari mereka ketika dibawa di kapal-kapal budak ke Jamaika, tempat
lahir gerakan ini.
Doktrin Rastafari sangat berbeda dengan norma-norma pikiran dunia
barat modern. Hal ini disengaja oleh kaum Rasta sendiri. Berbeda dengan
banyak kelompok keagamaan modern dan Kristen yang cenderung menekankan
konformitas dengan “kekuasaan yang ada”, Rastafari sebaliknya menekankan
kesetiaan kepada konsep mereka tentang “Zion” dan penolakan masyarakat
modern (“Babel”). “Babel” dalam hal ini dianggap memberontak terhadap
“Penguasa Dunia Sejati” (YAH) sejak zaman Nimrod.
“Cara hidup ini” tidak sekadar diberikan makna intelektual, atau
“keyakinan” seperti yang biasa diistilahkan. Ini adalah masalah
mengetahui atau menemukan identitas sejati diri sendiri. Mengikut dan
menyembah YAH Rastafari berarti menemukan, menyebarkan dan “menempuh”
jalan di mana orang telah dilahirkan dengan sebenarnya.
Kepercayaan ini sulit dikategorikan, karena Rastafari bukanlah suatu
organisasi yang tersentralisasi. Masing-masing Rastafari mencari
kebenaran untuk dirinya sendiri, sehingga akibatnya terdapat berbagai
keyakinan yang masuk ke bawah payung besar bernama Rastafari.
Afrosentrisme
Secara sosial, Rastafari adalah suatu tanggapan terhadap penyangkalan
rasialis terhadap orang-orang kulit hitam sebagaimana yang dialami di
Jamaika, ketika pada tahun 1930-an orang-orang kulit hitam berada pada
tingkat tatanan sosial paling bawah, sementara orang-orang kulit putih
dan agama mereka (umumnya Kristen) berada di paling atas. Anjuran Marcus
Garvey agar orang-orang kulit hitam bangga akan diri mereka dan
warnisan mereka mengilhami kaum Rasta untuk memeluk segala sesuatu yang
bersifat Afrika. Mereka mengajarkan bahwa mereka dicuci otak ketika
berada dalam tawanan untuk menyangkal segala sesuatu yang berkaitan
dengan kulit hitam dan Afrika. Mereka membalikkan citra rasialis mereka
dan menganggapnya primitif dan langsung dari hutan dan malah
merangkulnya — meskipun itu berlawanan — dan menjadikan konsep-konsep
ini sebagai bagian dari budaya Afrika yang mereka anggap telah dicuri
dari mereka ketika mereka dibawa dari Afrika di kapal-kapal budak. Dekat
dengan alam dan dengan savana Afrika serta singa-singanya, di dalam
roh, kalau bukan secara badani, adalah gagasan sentral mereka tentang
budaya Afrika.
Hidup dekat dengan alam dan menjadi bagian dari alam dianggap sebagai
sifat Afrika. Pendekatan Afrika terhadap “hidup dekat alam” ini
terlihat dalam rambut gimbal, ganja (marijuana), makanan ital, dan dalam
segala aspek kehidupan Rasa. Mereka membenci pendekatan (atau, seperti
yang mereka pahami, non-pendekatan) modern terhadap kehidupan karena
dianggap tidak alamiah dan terlalu objektif dan menolak subjektivitas.
Kaum Rasta mengatakan bahwa para ilmuawn berusaha menemukan bagaimana
dunia kelihatan dari luar, sementara kaum Rasa mendekatinya dengan
melihat kehidupan dari dalam ke luar. Individu mendapatkan kedudukan
sangat penting dalam Rastafari, dan setiap Rasta harus mencari kebenaran
untuk dirinya sendiri.
Identifikasi Afrosentris penting lainnya adalah warna merah, emas,
dan hijau, dari warna bendera Ethiopia. Warna-warna ini adalah lambang
gerakan Rastafari, dan kesetiaan kaum Rasa terhadap Haile Selassie,
Ethiopia, dan Africa dan bukan kepada negara modern manapun di mana
mereka kebetulan tinggal. Warna-warna ini seringkali terlihat dalam
pakaian dan hiasan-hiasan lainnya. Merah melambangkan darah para martir,
hijau melambangkan tetumbuhan Afrika, sementara emas melambangkan
kekayaan dan kemakmuran yang ditawarkan Afrika. (Sebaliknya, sejumlah
pakar Ethiopia menyatakan bahwa warna-warna ini berasal dari pepatah
lama y ang mengatakan bahwa sabuk Perawan Maria adalah pelangi, dan
bahwa warna merah, emas, dan hijau melambangkan semuanya ini.
Banyak dari pemeluk Rastafari berusaha mempelajari bahasa Amharik,
yang mereka anggap sebagai bahasa aslinya, karena inilah bahasa yang
dipergunakan Haile Selassie I, dan untuk mengidentifikasikan diri mereka
sebagai orang Ethiopia—meskipun pada praktiknya kebanyakan pemeluk
Rasta tetap berbahasa Inggris atau bahasa kelahiran mereka. Ada pula
lagu-lagu reggae yang ditulis dalam bahasa Amharik.
Haile Selassie dan Alkitab
Sebuah kepercayaan yang mempersatukan banyak pemeluk Rastafari adalah
bahwa Ras, sebuah gelar kebangsawanan Amharik, sepadan dengan Duke;
juga berarti “Kepala”) Tafari Makonnen, yang dinobatkan sebagai Haile
Selassie I, Kaisar Ethiopia pada 2 November 1930, adalah Allah yang
hidup dan menjelma manusia, yang disebut Yah, yaitu Mesias kulit hitam
yang akan memimpin bangsa-bangsa yang berasal dari Afrika di seluruh
dunia untuk masuk ke tanah perjanjian yang penuh dengan emansipasi dan
keadilan ilahi, meskipun sebagian mansions tidak menerjemahkannya secara
harafiah. Ini sebagian disebabkan oleh gelarnya Raja di atas segala
raja, Tuhan dari segala tuhan dan Singa Penakluk dari Suku Yehuda.
Gelar-gelar ini sesuai dengan Mesias yang disebutkan dalam Kitab Wahyu.
Namun, menurut tradisi Ethiopia, gelar-gelar ini diberikan kepada semua
kaisar dari garis keturunan Salomo sejak tahun 980 SM — jauh sebelum
Kitab Wahyu ditulis pada sekitar 97 M. Menurut beberapa tradisi, Haile
Selassie adalah raja Ethiopia ke-225 dalam sebuah garis keturunan yang
tidak pernah terputus sejak Raja Salomo di masa Alkitab dan Ratu Syeba.
Mazmur 87:4-6 juga dipahami meramalkan penobatan Haile Selassie I.
Pada abad ke-10 SM, Dinasti Salomo di Ethiopia didirikan oleh Menelik
I, anak Salomo dan Ratu Syeba, yang pernah mengunjungi Salomo di
Israel. 1 Raja-raja 10:13 mengklaim “Raja Salomo memberikan kepada ratu
negeri Syeba segala yang dikehendakinya dan yang dimintanya, selain apa
yang telah diberikannya kepadanya sebagaimana layak bagi raja Salomo.
Lalu ratu itu berangkat pulang ke negerinya bersama-sama dengan
pegawai-pegawainya.” Berdasarkan Kebra Negast, kaum Rasta menafsirkan
bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Ratu Syeba hamil dengan anak Salom, dan
dari sini mereka menyimpulkan bahwa orang-orang kulit hitam adalah
keturunan sejati Israel, atau orang Yahudi. Orang-orang Yahudi hitam
Beta Israel telah hidup di Ethiopia selama berabad-abad, terputus dari
sisa Yudaisme. Keberadaan mereka membuat orang yakin dan mendorong para
Rastafari perdana, dan mengesahkan keyakinan mereka bahwa Ethiopia
adalah Sion.Sebagian kaum Rasta yang ortodoks mengecam reggae sebagai suatu
bentuk musik komersial dan “penjualan diri kepada Babel”. Bagi yang
lainnya, ini adlaah “Musik Takhta YAH”.
Rastafari di masa kini
Pada akhir abad ke-20, kaum perempuan telah memainkan peranan yang
lebih penting di dalam gerakan Rastafari. Pada tahun-tahun awalnya, kaum
perempuan yang sedang datang bulan harus takluk kepada suami mereka dan
dikeluarkan dari upacara-upacara keagamaan dan sosial. Pada umumnya,
kaum perempuan merasakan kebebasan yang lebih besar sekarang dalam
mengungkapkan diri mereka. Dengan demikian mereka pun menyumbangkan
peranan yang lebih besar pula kepada agama ini.
Rastafari bukanlah sebuah agama yang sangat terorganisasi. Malah,
sebagian kaum Rasta mengatakan bahwa itu sama sekali bukan “agama”,
melainkan suatu “jalan Kehidupan”. Kebanyakan kaum Rasta tidak
mengidentifikasikan dirinya dengan sekte atau denominasi apapun,
meskipun ada tiga istana Rastafari yang terkemuka: Nyahbinghi, Bobo
Ashanti dan Keduabelas Suku Israel. Dengan mengklaim Yah sebagai Yesus
yang datang kedua kalinya, Rastafari adalah sebuah gerakan agama baru
yang muncul dari agama Kristen, seperti halnya agama Krsiten muncul dari
Yudaisme.
Pada 1996, gerakan Rastafari di seluruh dunia mendapatkan status konsultatif dari Perserikatan Bangsa-bangsa.
> by : Reggaefara WordPress.